Powered By Blogger

Selasa, 29 Desember 2015

Jelajah Nusantara dari Lebak, Banten

Rangkasbitung, Lebak, Banten.....
Salah satu Kabupaten di Provinsi Banten yang berbatasan langsung dengan Bogor, Jawa Barat. Lebak menyimpan kekayaan alam yang cukup melimpah, kabupaten yang mayoritas bersuku sunda ini memiliki Ibukota yang cukup rapih dan cukup baik tata kota nya, satu level lebih baik dan tertib dari Pandeglang.


Wisata alam menjadi daya topang dan kekuatan kabupaten ini, Pantai dan pegunungan yang indah ditawarkannya, salah satu pantai ternama adalah Sawarna di daerah Bayah, masih ada Arung Jeram Lebak Gedong yang panjangnya mencapai 10 KM, melelhkan pastinya.


Bertolak dari Kota Pandeglang menuju Rangkasbitung, Lebak dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor sekitar 1 jam perjalanan, setelah tiba di Kota Rangkasbitung, Lebak dengan melewati Jembatan Rangkas, Kotanya tropis berbeda dengan Pandeglang yang memang diapit gunung.








Di depan Alun - alun Rangkasbitung Kota



Alun - Alun Rangkasbitung

Istirahat sejenak di Alun-alun Rangkasbitung setelah 40 Km

Alun - alun Rangkasbitung

Masjid Agung Rangkasbitung (AL - A'RAF)

Taman Kota Rangkasbitung


Tidak berlama - lama kami di Rangkasbitung, setelah mengabadikan beberapa momen di Landmark Kota Rangkasbitung, kami melanjutkan perjalanan menuju tujuan utama KAMPUNG BADUY, di Desa Kanekes, Leuwi Damar, Lebak dan ternyata perjalanan masih cukup jauh masih sekitar 2 jam lebih dari Rangkas, untuk menuju terminal Ciboleger, itu baru masuk di Terminalnya belum sampai di Kampung Baduynya, untuk tiba di Kampung pertama Dusun Kadungketuk dapat ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 3 Km lagi, dan ternyata itu baru tiba di Kampung Baduy Luar, dan Baduy Dalamnya seperti Dusun Cikeusik masih 22 Km ditempuh harus dengan berjalan kaki, karena memang perjalanan melewati jalan setapak, naik turun gunung. Kondisi fisik memang harus prima saat menapaki perjalanan di Kampung Baduy.




Jum'atan & Makan Siang di Leuwihdamar, menu Ciboleger masih sekitar 8 Km didepan

Terminal Ciboleger


Di Terminal Cibolegerlah terakhir kalinya kita bias menggunakan kendaraan menuju Baduy, selebihnya ditempuh dengan berjalan kaki. Diterminal inipula banyak ditawarkan cindera mata khas kerajinan tangan masyarakat Baduy, mulai dari Kain Tenun harganya sekitar 250 - 150 ribu rupiah, gantungan kunci, topi khas baduy, dan beberapa buatan konveksi masyarakat sekitar (non baduy) berupa kaos bergambarkan tradisi adat dan budaya Baduy luar.

Ada juga madu murni khas Baduy, Dodol, dan beberapa makanan khas Baduy. harus pandai-pandai bernegosiasi rupanya agar bijak dalam membeli. Memasuki kampong Baduy harus didampingi oleh seorang Guide, anda dapat meregistrasikan diri dan tim dalam buku kunjungan dalam sekali lintasan yang termurah adalah Dusun Gajeboh sekali lintas hanya 150 ribu harga termasuk HTM dan Guide.

Jika ingin masuk ke Dusun yang lebih jauh lagi kita harus membayar ongkos yang lebih mahal juga, terlebih lagi jika sampai menginap, jangan lupa membawa segala sesuatu dengan lengkap, harga kisaran 150 ribu hingga 1 juta, tergantung pada pilihan kunjungan.


Pose dulu dengan Atribut Baduy Luar, di Monumen Kenangan

Monumen Penghargaan salah satu Club Motor atas Kontribusinya di Kampung Baduy

Menanjak, Perjalanan dimulai

Didepan Gapura pintu masuk Kampung Baduy

Desa Kadungketuk, Baduy Luar

Cinderamata hasil kerajinan tangan Baduy Luar


Menuju Kampung Gajeboh, Baduy Luar

Masyarakat Baduy sendiri terbagi menjadi 2 golongan; Baduy Luar dan Baduy Dalam, mereka yang memilih untuk tidak menerima kemajuan zaman dengan segala fasilitasnya dan masih memegang teguh ajaran murni nenek moyang Sunda Wiwitan disebut Baduy Dalam, dan sebaliknya mereka yang memeiliki toleransi dan masih dapat menerima perkembangan zaman disebut Baduy Luar.

Orang yang bersuku Baduy cenderung memiliki stamina yang kuat karena memang sedari kecil terbiasa bekerja keras dengan alam yang luar biasa, Suku Baduy sendiri mengikuti ajaran kepercayaan Sunda Wiwitan dan berkiblat kearah selatan, itulah sebabnya rumah mereka selalu menghadp ke selatan.

Saat memasuki Baduy luar kita memang diizinkan untuk mendokumentasikan segala sesuatu dengan camera atau handycam namun jangan sekali-sekali mendokumentasikan rumah ataupun Kepala Suku nya karena hal ini dilarang, Pamali.

Dan ketika kita memilih untuk mengunjungi Baduy Dalam artinya kita sudah siap menanggalkan semua atribut teknologi yang dibawa, and back to nature.



Salah seorang suku Baduy Dalam (berkaos putih)

Bersama Suku Baduy Dalam

Dengan Nafas tersengal menuju Kp. Gajeboh Baduy Luar

Lelah...

Akhirnya istirahat sejenak


Kampung Gajeboh


 Wanita Baduy "Menenun Kain"

Jembatan Bambu di Kadungketuk




Suku Baduy bersosial dengan sesamanya

Pintu masuk Terminal Ciboleger


Akhirnya kami menuju arah pulang, tersimpan memori dibalik Gunung dibelakang kami ada Suku Baduy yang pernah kami kunjungi, kan jadi momen sejarah.




Salam,

MN@2015 


Senin, 28 Desember 2015

Kesejukan Kota Pandeglang Berkah

Pandeglang, adalah salah satu nama Kabupaten di Provinsi Banten yang berada di wilayah selatan Ibukota provinsi, dengan keadaan geografis yang cukup sejuk dihampar pegunungan disisi wilayahnya menjadikan Pandeglang layak di serupakan dengan Puncak, Dieng, Liwa, Gisting, Kaliurang atau wilayah lainnya di Indonesia.


Kota Pandeglang amat sangat terjaga kebersihan dan tata ruang kotanya, lalu lintas yang cukup tertib membuat kota ini menjadi nyaman, terutama untuk visitor seperti kami. Long weekend kali ini berikut resumenya diturunkan; Subuh 24 Desember, 2015 waktu sudah menunjukan 5.35 saat kami bergerak dari Start Point Damkar, Cilegon kemudian menghampiri rekan lainnya yang telah menunggu di pos tunggu masing - masing, perjalanan kali ini tidak seperti biasanya, karena kami tempuh dengan menggunakan motor, bias dikatakan Touring walau motor yang diguna pakai berbeda jenis, merk, dan spesifikasi. Sekitar pukul 7.20 wib kami tiba di Kebon Jahe, Serang disalah satu warung nasi uduk untuk sarapan serta menyusun rute.


Rombongan kembali bergerak maju menuju Kota Pandeglang, melewati Kab. Serang ingga masuk ke Kab. Pandeglang, melintasi Mengger, Pandeglang Kota, dan akhirnya Cimanuk yang kebetulan salah seorang rekan kami berdomisili di Cimanuk, Pandeglang. ketika memasuki Pandeglang Kota kami rehat sejenak dan berfoto di sekitar Alun alun Kota Pandeglang yang sangat rapi dan bersih dibandingkan dengan Serang dan Cilegon.


Kota Pandeglang

 Landmark Pandeglang


Kota Pandeglang berlatar Komplek PEMKAB



Setibanya di Daerah Cimanuk, Pandeglang papan penunjuk arah yang erada ditepi jalan sudah memberikan tanda belok kiri untuk menuju Wisata Religi Batu Qur'an, namun rekan kami Rendi yang sedari tadi menunggu sudah menjemput kami di Cimanuk, tidak jauh dari sana sekitar 1.5 Km kami tiba di Kelurahan Kadubungbang di rumah beliau, rehat sejenak sambil menikmati hamparan sawah luas disamping rumah, nyaman sudah dari hiruk pikuk Kota Industri.




Pasar Kadubungbang, Pandeglang


Perjalanan kami lanjutkan dengan tujuan perdana Batu Qur'an yang tidak jauh dari rumah, hanya dengan berjalan kaki kami berangkat melewati perumahan warga dan pasar Kadubungbang sebelum akhirnya tiba di wisat Batu Qur'an.




Jalan Desea Kadubungbang, jalan menuju Batu Qur'an




Menara Pemandian Batu Qur'an


Musholla Pemandian Batu Qur'an

Setibanya dilokasi yang hanya dengan tiket masuk sebesar 3.000 rupiah pengunjung sudah diperbolehkan masuk, untuk berziarah atau sekedar membasuh muka bahkan mandi di pemandian Batu Qur'an yang kisahnya cukup melegenda tentang Syekh Mansyur. Bukan hanya kami pengunjung yang dating pada waktu bersamaan ada beberapa rombongan pengunjung dari luar Banten sekedar untuk berziarah bahkan adapula mereka yang membawa wadah air/ jerigen untuk di isi dengan air Batu Qur'an, ketika saya tanyakan kepada salah seorang pengunjung airnya berkaromah dan dapat  membantu dalam sebuah hajat manusia, saya senyum - senyum saja ketika mendengar motivasi mereka untuk sesuatu yang irasional dalam Ijtihad, begitu tipisnya tabir Kesyirikan dan Syariat....



Beberapa rombongan Jama'ah dari Luar Banten


Setelah mengobati rasa penasaran di atu Qur'an, perjalanan kami lanjutkan menuju Cilancar dan Cipalias, konon Cipaliaslah asal muasalnya kisah Batu Qur'an orisinil, begitulah legenda yang bertutur meluas dimasyarakat.

Tiada salahnya kami mencoba berkunjung mengeksplorasi ladang - ladang kekuasaan Jin yang terus mengaku sebagai arwah para Ustadz di Banten, diperjalanan saya sudah membayangkan seperti apa visualisasi lokasi yang akan kami kunjungi ini saya yakin tidak akan jauh berbeda dengan Sumur 7 di Bandar Lampung, Ampeldenta maupun Demak atau Sumber-sumber mata air yang terlanjur dikeramatkan sejak dahulunya. Secara pribadi saya tetap harus menghargai mereka yang percaya bahwa itu sebuah syariat, namun saya cukup memandang dari sisi ilmiahnya saja bahwa air Pegunungan akan cukup baik digunakan karena memang airnya yang alami dan mengandung beberapa mineral yang dibutuhkan tubuh, bukan dari air yang dirapalkan mantra sekalipun itu berupa rajah atau apalah.... saya kembalikan lagi tujuan kami semua adalah wisata atau napak tilas, belajar memandang dari sisi yang berbeda dari sebuah peradaban dimasa lampau, itu saja.


Menara Batu Qur'an

Jalan Setapak Menuju Cilancar

Woro-woro Pengurus Cilancar


 Penyewaan Gayung (2 Ribu Rupiah per gayung)


 View Pemandian

 Ini bukan ritual buang Sengkolo ya.... tapi Buang Panas teriknya matahari dibadan, begitu diguyur..nyesssss.....Segaaarrr...


 



Perjalanan menuju Pemandian Terakhir, Cipalias

Makam Syekh Demang Lancar


Jalan setapak menuju Cipalias


Pemandian Cipalias 


Group Penyamun Mandi



Airnya Luar biasa dingiiiinnn.... 


Abah HALIMI/ Ust. HALIMI sang empunya Cipalias 


Perjalanan Pulang, sudah lapar sangat...


 Lanjut ke Menes, Makam Syekh Asnawi, Caringin
 Latar Gunung Pulosari


 Gunung Pulosari


 Ada yang nanggap Debus, tapi tidak sempat lihat...


 Parkiran Caringin, Makam Syekh Asnawi


 Seperti Kebanyakan Makam, masih saja ada oportunis berkedok Pendo'a
 

Pantai Menes


 

 Menunggu Pagi, Perjalanan selanjutnya


 Fajar di Pandeglang

 Donat Manis Buatan Biung,


 Lele Super ini hamper jadi santapan kami makan siang...



 Nasi uduk Pandeglang, rasanya lebih baik dari Nasi Uduk Cilegon

Di Rangkasbitung, Lebak


Masih banyak tentunya wisata Pandeglang yang belum sempat kami kunjungi, karena terbatasnya waktu, namun jika diikhtisarkan wisata nya amatlah di dominasi dengan Pemandian Umum dan Wisata Spiritual, tinggal masing masing individu yang membedakannya antara Syirik dan Syariat.


Salam,