Oleh:
Marwansyah
Warganegara
(TMII,
Jakarta-1994)
Zaman dahulu kala ada
sekelompok suku bangsa bertempat tingal di sungai Tatang dekat Bukit Siguntang
Sumatera Selatan.
Mereka dibawah pimpinan
sebagai berikut :
1. Lebar Daun
2. Anak Dalam
3. Serang
4. Naga Barisang
5. Dayang
6. Rakihan
Diantara mereka berenam
tersebut, yang tiga pergi mengembara untuk mencari penghidupan. Ketiga orang
tersebut adalah :
1. Anak Dalam
2. Naga Barisang
3. Dayang
Pertama kali mereka bertiga
bertempat tinggal di pinggir sungai Batang hari, lalu anak Dalam ke Bengkulu,
Naga Barisang ke Danau Ranau sedangkan keturunan Dayang kedaerah Pasemah. Keturunan
Anak Dalam lalu pergi menyusul keturunan Naga Barisang yang lebih dahulu berada
di Danau Ranau dan terakhir menyusul keturunan Dayang.
Di daerah Ranau ini mereka
mengadakan musyawarah untuk mengatasi kesulitan yang di hadapi. Mereka
melakukan baercocok tanam dan menangkap ikan. Selang beberapa lama dating
menyusul anak cucu Rakihan kedaerah Ranau. Perselisihan selalu terjadi antara
anak buah mereka, lalu diambil keputusan bersama sebagai berikut :
I. Pembagian daerah
berdasarkan keturunan masing-masing harus mempunyai tanda :
1. Cabang kayu sebelah bawah
sekali dipotong adlah tanda hak milik anak cucu Talang Tunggal Peteting Anak
Aji.
2. Cabang kayu nomor dua dari
bawah dipotong adalah tanda hak milik anakcucu Ruh Tunggal dan Jagad Hyang
Prabu.
3. Apabila dibawah pohon kayu
itu ada unggukan batu adalah tanda hak milik anak cucu Naga Barisang.
4. Apabila kayu itu diikat
batangnya denagan rotan adalah tanda hak milik anak cucu Sigeriyang.
II. Antara maereka tidak
diperbolehkan membuat keributan sehingga berkelahi. Jika ytaerjadi perkelahian
akan dihukum dan diusir keluar kampong.
III. Perkawinan harus melalui
musyawarah dengan kedua orang tua masing-masing. Tidak diperbolehkan kawin
dengan saudara kandung dan sepupu.
IV. Suami tidak boleh memukul
isteri sampai cidera / mati.
Dari daerah Ranau ini
keturunan Naga Barisang dibawah pimpinan Poyang Sakti pindah ke Cinggiring
Skala Brak. Poyang Sakti sewaktu pindah dari Ranau masih berusia remaja,
sedangkan kedua orang tuanya Poyang Naga Jaya sudah tua dan dalam keadaan
sakit.
Di Skala Brak Poyang Sakti
berjumpa dengan Poyang Serata Di Langik dan Poyang Kuasa. Rombongan Poyang
Sakti sebagian menetap di tiyuh Canggu dengan pimpinan Poyang Sai Jadi
Saktiyang lain menuju cinggiring dibawah pimpinan Poyang Sakti. Sewaktu
perjalanan menuju ke Cinggiring disekitar tiyuh Batu Brak, Poyang Sakti
berjumpa dengan Poyang Pandak Sakti yang dating dari daerah Muara Dua. Mereka
berempat sepakat membentuk persekutuan “Paksi Pak Tukket Pedang” yang terdiri
dari :
1. Poyang Sakti (Buay Balam)
2. Ppoyang Kuasa Buay
Semenguk)
3. Poyang Serata Di Langik
(Buay Nuwat)
4. Poyang Pandak Sakti (Suku
Pak Ngepuluh Buay Aji)
Maksud mereka mendirikan
persekutuan ini adlah untuk menjaga keamanan disekitar Skala Brak karena selalu
terancam dari perampokan yang dating arah Pesisir dan Palembang. Perampok ini
berasal dari Negeri Cina yang merajalela dipedalaman Sumatera, yang dikepalai
oleh Leang Tao Ming dan dapat ditangkap Laksamana Cheng Ho pada tahun 1407 atas
perintah Kaisar Yung Lo.
Poyang Sakti Menikah dengan
Dayang Metika, Anak Poyang Kuasa Buay Semenguk. Dari perkawinan ini lahirlah :
1. Poyang Junjungan Sakti
2. Puteri Indera Bulan
Puteri Indera Bulan setelah
remaja sangat camtik dan tangkas. Suasana hidup ketika itu sangat keras akibat
perampokan terjadi di mana-mana, sehingga membentuk watak dan pribadi Puteri
Bulan menjadi keras. Dia belajar ilmu bela diri dan pandai main senjata tajam.
Setelah itu datanglah
rombongan tiga orang Empu secara berturut-turut yang berasal dari Pagaruyung
Laras Bodi Chaniago. Mereka masing-masing :
1. Empu Cangih yang kelak
bergelar RAtu Di Puncak
2. empu Serunting yang kelak
bergelar Ratu Di Pugung
3. empu Rakihan yang kelak
bergelar Ratu Di Belalaw
Mereka meninggalkan Pagaruyung
tahun 1347 akibat pertentangan antara Datuk Ketemanggungan dengan Datuk
Parpatih Nan Sabatang sewaktu pemerintahan Adityawarman mantan mahamenteri
Majapahit. Datuk Perpatih Nan Sabatang memerintah scara adat di minangkabau yang
bersifat disentralisasi dan demokratis yang sudah dipengaruhi Ajaran Islam,
sedangkan datuk ketemanggungan system sentralisasi dan otokratis, sehingga
tidak dapat berkembang dan brtolak belakang dengan Datuk Perpatih Nan Sabatang.
Ketiga orang Empu ini adalah
keluargan dari Parpatih Nan Sabatang yang berasal dari Laras Bodi Chaniago yang
meninggalkan Pagaruyung menuju Bengkulu dan menetap didaerah perkebunan lada di
Ranau.
Akibat bencana alam dan
letusan gunung api mereka terpaksa pindah kearah selatan sampai di Bukit Pesagi
Skala Brak. Kedatangan mereka ini sekaligus menyebarkan agama Islam kepada
penduduk Skala Brak Yang beragama Animisme dan Hindhu Bhairawa dan mereka tahun
1350 muari dengan Puteri Bulan di Cinggiring lalu meneruskan perjalan ke Bukit
Pesagi.
Sesampai mereka di Bukit
Pesagi terlebih dahulu mereka ngedudu (memanggil) dengan menanyakan apakah ada
orang disana. Maka di jawab dengan jawaban “Wat” yang berarti ada. Lalu mereka
menuju kearah suara dan berjumpa dengan seorang yang bernama Poyang Serata Di
Langik. Poyang Serata Di Langik yang menurunkan Buay Nuwat. Nuwat berasal dari
kata ”Meno Wat” berarti lebijh dulu berada disana. Tidak lama kemudian
datanglah orang yang mengaku berasal dari Segara Baka Kahiyangan bernama Poyang
Aji Saka. Terlebih dahulu diadaka uji coba kekuatan dengan Poyang Sakti
ternyata tidak ada yang kalah dan menang. Poyang Aji Saka dan Poyang Sakti
berpadu (berunding) ternyata mereka masih satu keturunan dari sungai Tatang
Bukit Siguntang.
Kemudian mereka disusul Poyang
Makuda, Poyang Mapuga, Sang Gariha dan terakhir disusul Poyang Lunik beserta
pengikutnya Sai kundang, Sai Badak, Sai Jalang, Sai Nima dan Pakku.
Selanjutnya beberapa waktu
kemudian empat orang Empu yaitu Empu Cangih, Empu Serunting Empu RAkihan dan Empu
Aji Saka berjumpa dengan sekelompok orang yang mereka anggap aneh karena cara
penghidupan mereka sangat berbeda. Sekelompok orang ini mereka sebut orang
Tumi. Karena mereka memakan buah durian hutan yang dalam bahasa Lampung disebut
Tumi. Suku Tumi ini bertempat tinggal didaerah luas. Mereka menyambah sebatang
pohon nangka yang bercabang dua yang disebut “Lemaaa Kepampang”. Cabang yang
satu terdiri dari pohon nangka dan satunya lagi pohon sepukaw. Kaneham pohon
nangka ini akarnya tumbuh keatas dan puncak nya kebawah. Getahnya sangat
beracun dan hanya dapat sembuh dengan getah Sepukaw. Pada saat tertentu mereka
mempersembahkan korban kepala manusia hasil dari mengayaw warga kampung lain
untuk dipersembahkan pada pohon Melasa Kepampang.
Pimpinan suku Tumi seorang
wanita yang bernama Puteri Sekar Mong. Setelah hal ini diketahui oleh empat
orang Empu lalu mereka berunding dan mereka berunding untuk menaklukan suku
Tumi serta meng-islamkan mereka. Tugas ini dibebankan kepada tujuh orang :
1. Poyang Kuasa
2. Poyang Pulagai
3. Sanbg Balik Kuang
4. Sang Gariha
5. Poyang Makuda
6. Poyang Mapuda
7. Poyang Nyurang
Mereka bertugas menaklukan
orang Tumi. Puteri Sekar Mong dan Anaknya bernama Puteri Sindi dapat ditawan,
sedangkan orang Tumi yang selamat melarikan diri mengikuti aliran Way Semangka
lalu bersembunyi disekitar Gunung Tanggamus.
Pohon Lemasa Kepampang mereka
tbang lalu dibawa ke Ranji Pasai dekat Kenali sekarang. Kayu Lemasa Kepampang
dijadikan simbul kesatuan dan persatuan serta kesepakatan dan kebulatan kata
dalam pergaulan. Benda ini disebut”Pepadun” yang berasal dari kata perpaduan.
Bentuk bulatnya setinggi lutut dan cabangnya menjadi sandaran. Pepadun Lemasa
Kepampang ini menjadi milik bersama oleh empat orang Empu di Skala Brak.
Dari daerah luas mereka menuju
Ranji Pasai terus menyelusuri dataran tinggi Belalaw sampai di Chinggiring,
mereka berjumpa dengan sekelompok orang dibawah pimpinan Puteri Indra Bulan.
Oleh Empu Rakihan diadakan uji coba kekuatan ternyata tidak ada yang kalah dan
menang. Empu Canggih lalu mengangkat Puteri Indra Bulan menjadi anak, karena
Empu Canggih hanya mempunyai seorang anak perempuan yang bernama Puteri Nuban
yang bergelar Menak Mupun. Empu Canggih beristri tiga orang :
1. Puteri Laut Lebu lahir
Puteri Nuban
2. Puteri Ranaw lahir Nunyai
dan Unyi
3. Puteri Pagaruyung lahir
Betanyang lebih dikenal dengan nama Subing.
Setelah daerah Skala Brak aman
keempat Empu pergi ke bukit Pesagi lalu mengadakan perundingan dimana tempat
masing-masing Empu dan keluarganya memilih tempat tinggal. Masing-masing Empu
beritindak sebagai kepla Rombongan yang dipatuhi dan dihormati. Tempat tinggal
mereka dikelilingi oleh pagar bamboo betung atau galih kayu yang disebut
keratun. Keratun tersebut ialah :
1. Empu Canggih bergelar Ratu
Di Puncak mengambil tempat di puncak bukit pesagi.
2. Empu Serunting Bergelar
Ratu Di Pugung mengambil tempat di punbggung Bukit Peasagi.
3. Empu Rakihan bergelar Ratu
Di Belalaw mengambil tempat di tengkuk Bukit Pesagi.
4. Empu Aji Saka bergelar Ratu
Di Pemanggilan mengambil tempat di bawah Bukit Pesagi.
Diketahui di Skala Brak tumbuh
sebuah pohon kayu Hara yang sangat besar dan tinggi. Penduduk sangat takut
karena di atas pohon tersebut hidup sepasang burung garuda yang sangat ganas.
Banyak orang yang mati akibat serangan Burung tersebut yang mengakibatkan
rakyat di sekitar pohon itu menjadi takut atas serangan burung garuda ganas
itu. Oleh keempat orang Empu sepakat untuk menebang kayu Hara. Tugas ini
diserahkan kepada sembilan orang dengan pimpinan Poyang Lunik. Kesembilan orang
tersebut adalah :
1. Poyang Lunik
2. Si Sangkan
3. Si Pandan
4. Si Kandang
5. Si Jalang
6. Si Badak
7. Si Midin
8. Si Nima
9. Si Pakku
Kayu Hara itu berhasil mereka
tumbangkan dan garuda yang ganas dapat di usir. Akan tetapi meminta korban
sebanyak tujuh orang dan yang selamat hanya Poyang Lunik dan Si Sangkan.
Menurut cerita orang kayu hara tersebut setelah rubuh pangkalnya di Skala Brak
dan ujungnya sampai di Teluk Semangka. Galih kayu hara diambil oleh empat orang
Empu dan dijadikan kekuhan (kentongan) .
Untuk mengenang jasa mereka
yang telah berhasil menebang kayu hara maka diabadikan bentuk kayu hara dan
tancapkan ditengah lunjuk Pancah Aji. Bentuk tiruan kayu hara ini bercabang
empat dan bertingkat sembilan. Disudut empat Lunjuk pancah aji didirikan juga
tiruan kayu hara yang lebih pendekbercabang empat bertinkattujuh yang disebut
pejaraw. Empat pejaraw melambangkan Empat keratuan. Empat cabang melambangkan
empat paksi Tukket Padang, tujuh tingkat melambangkan tjujuh orang yang
meninggal, sedangkan sembilan tingkat melambangkan sembilan orang pahlawan yang
bertugas menebang kayu hara.
Lunjak Pancah Aji adalah
tempat pelaksanaan perkawinan secara adat, dimana kedua mempelai duduk tindih
silou serta menginjak kepala kerbau.
Kehidupan di Skala Brak terasa
aman dan damai. Keadaan ini tidak berjalan lama. Perampokan terjadi dimana-mana
terutama perampok cina yang merajalela diperairan selat malaka, pantai pesisir
Sumatera, lalu memasuki sungai Musi terus ke Palembang dan menyebar ke daerah
Ranau sampai ke Skala Brak.
Dikarenakan sering terjadi
perampokan secara besar-besaran, disamping pertumbuhan penduduk semakin banyak
dan perlu daerah pemukiman yang lebih luas. Untuk itu mereka mengadakan
perundinngan untuk melakukan perpindahan denagn menyebar. Kesepakatan itu
diwujudkan dengan sumpah dan memotong siamang putih yang dibuat bekasam dan
disimpan dalam gentong. Gentong ini dapat dibuka kembali apabila keturunan
empat keratuan ini dapat bersatu kembali di Skala Brak. Didalam perjanjian itu
juga ditetapkan hak kekuasan adapt berada di tangan Ratu Di Puncak dan
keturunananya, sedangkan puska lainnya seperti pepadun Lemasa Kepampang kekuhan
dan lain-lain tetap dipegang ratu Di Belalaw dan keturunannya.
Ratu Di Puncak, Ratu Di Pugung
dan Ratu Di Pemangglan pindahmencari daerah yang baru dimana perpindahan
tersebut terjadi dua arah melalui jalur Raau dan kearah Martapuramengikuti
aliran Way Komering dan melalui pantai Pesisir. Rau Di Puncak pindah ke daerah
Selabung kemudian Pindah lagi ke hulu way Abung yaitu di Canguk Gaccak. Empu
Pandak Sakti dan beberapa orang Jurai Ajimenempati sepanjang Way Komering.Empu
Kuasa, Sang Balik Kuang, Empu Pemuka menempati Way Pisang, Way Kanan dan Way
Besai. Keturunan Empu Serata Di Langik dan pak Lang Jurai Ratru Di Pugung
menempati Mnempati daerah di Way Besai hinggga Way sekampung, Poyang Lunik dan
sangkan sampai Way Handak sedangkan Sangkan pinadah lagi ke muara Way
Sekampung.
Keturunan Ratu Di Pemanggilan
sebagian di daerah Way Rarem dan beberapa Jurai menempati daerah antaraWay
Seputih. Sedangkan keturunan Puteri Bulan menempati daerah Way Semangka hingga
way Sekamapung lalau pindah lagi ke Way Tulang Bawang. Ketururnan Ratau Di
Belalaw tetap tinggal dei Skala Brak dan terakhir sebagian pindah ke daerah
Ranau dan Daerah Kota Agung yang kemudian mendirikan persekutuan adapt “Paksi
Pak Skala Brak”.
Diceritakan bahwa Empu Rakihan
yang bergelar Minak Rio Belunguh menikah dengan Puteri Bulan Bara Jurai dari
Puteri Indra Bulan bertempat tinggal di luas, dari perkawinan inilahirlah :
1. Empu Menyata
2. Empu Turgak
Didalam perjanjian bahwa Buay
Menyata dan Buay Turgak tidak ikut clan Empu Rakihan, tetapi ikut dalam clan
ibunya yaitu Jurai Puteri Indra Bulan. Kemudian Empu Rakihan Kawin dengan
Puteri Sindi anak dari Puteri Sekarmong dan menetap di Ranji Pasai dekat
Kenali. Dari perkawinan ini lahirlah :
1. Empu Belunguh
2. Empu Nyerupa
3. Empu Parenong
4. Empu bejalan Di Way
Tetapi menurut keterangan
pangeran Syafei Kenali, Empu Parenong dan Empu Bejalan Di Wai berasal dari
Darmas Raya. Jadi empat Empu inilah merupakan cikal bakal Paksi Pak Skala Brak.
Sewaktu mendirikan Paksi Pak ini dihadiri utusan dari:
1. Buay Nunyai
2. Buay Unyi
3. Buay Subing
4. Buay Nuban
5. Buay Bulan
6. Buay Semenguk
7. Buay Nuwat
8. Buay Tumi
9. Buay Menyata
10. Buay Turgak
11. Buay Aji
12. Buay Sandang
13. Buay Rawan
14. Buay Runjung
15. Buay Pemuka
Kelima belas ke-buay-an ini
ikut menghadiri pembentukan Paksi Pak di Skala Brak, dan diputuskan bahwa Buay
Menyata diangkat menjadi ”Aanak tuha” yang dihormati sedangkan Puteri Indra
Bulan diangkat menjadi “Anak Bai” (saudara perempuan) yang disayangi. Keturunan
Purteri Indra Bulan pada waktu itu tidak berhak menjadi Paksi dan diputuskan
oleh Perwatin Paksi Pak untuk memegang pusaka Ratu Pak yang dipegang oleh Ratu
Belalawberupa Pepadun Lemasa Kepampang, Kekuhan, Sesam Siamang,putih dan
lain-lain. Sewaktu itu setiap pengankatan seseoarang Paksi yang baru di Skala
Brak harus naik pepadun Lemasa Kepampang yang dipinjam pada keturunan Puteri
Indra Bulan di Cinggiring yang dikuasakan kepada Wayang Kemala.
Hubungan Paksi Pak Skala Brak
dengan keturunan Puteri Indra Bulan sangat harmonis dan berjalan lancar,
sehingga timbul istilah “Paksi Pak ke Lima Buay Nerima, Cumbung Pak, kelima
Sia”. Yang dimaksud Buay Nerima adalah keturunan Puteri Indra Bulan di
Cinggiring dan luas. Keharmonisan ini tidak bias berjalan lama, dikarenakan
Paksi Buay Belunguh dan Paksi Buay Parenong ingin menguasai pusaka peninggalan
Ratu Pak yang dipercayakan pada keturunan Puteri Indra Bulan, serta
perselisihan prbatasan antara Paksi Pak dengan Buay Bulan. Hal ini
mengakibatkan kerenggangan antara Paksi Pak dengan Buay Bulan baik yang berada
di Cinggirig maupun di luas.
Kericuhan ini trdengar oleh
Ratu Di Puncak yang berada di Canguk Gaccak, Ratu Di Puncak memerintahkan Minak
Serappou. Minak Nyabak dan Minak Termindak dating ke Cinggiring untuk menengahi
perselisihan.
Setelah sampai di Cinggiring
diadakan perundingan di Bah Way antara Paksi Pak dengan Buay Bulan, Buay
Menyata, Buay Turgak dan diambil Keputusan Buay Bulan dibawah pimpinan Nago
Gayo gelar Minak Rio Sakti akan pindah menyusul Ratu Di Puncak di Canguk
Gaccak. Sedangkan saudara Nago Gayo antara lain Nago Liu pidah kedaerah Melebui
Balak/ Lunik, Puteri Linggang menikah dengan Minak Ngejengaw Tuha di Kembahang.
Keturunan Minak Rio Sakti bernama Minak sakowiro dan Minak Sengencang Bumi
sepakat untuk pindah mengikuti Way Semangka terus ke Pugung sebagian menetap di
Way Sekampung.
Kepercayaan untuk memgang
pusaka Ratu Pak yang semula di pegang oleh keturunan Buay Bulan lalu di
serahkan kepada Buay Menyata di Luas. Sewaktu pembentukan adat Pasi Pak Skala
Brak dalam rangka meresmikan pengangkatan Paksi yang baru tahun 1825 diman
utusan dari Buay Bulan Semar Gelar Akkuan Batin Kepala Kampung Tegineneng
kibang masih terlihat tata cara lama di Sukaw di dalam sesat ada pengejongan
khusus untuk Buay Bulan, Buay Menyata, Buay Turgak dan Buay Aji dimana
sekarang, setiap nayuh Balak yang dilakukan oleh Paksi Pak hal ini tidak tampak
lagi.padahal jauh sebelum Penjajahan Belanda/Inggris dating hubungan Paksi Pak
dan Paksi Kebuay-an berjalan lancar.
Sesampai Nago Gayo di Canguk
Gaccak disana telah berada Buay Nunyai, Buay Unyi, Buay Subing, Buay Nuban,
Buay Yuk keturunan Ratu Pemanggilan jurai Poyang Semenekaw rupanya Minak Rio
Kunang telah lebih dulu di Hulu Way Rarem, dan Peteting Anak Aji keturunan Ratu
Pemanggilan dari Jurai Poyang Rakihan yang bertempat tinggal di Ulok Tiga
Ngawan. Peteting Anak aji kawin dengan anak petrempuan Nunyai yang paling tua
betrnama Cani Gelar Minak Indeman dan terakhir sekali datang menyususl dan
bergabung dengan mereka.
Di Canguk Gaccak inilah mereka
sebanyak sembilan orang berkumpul. Kesembilan orang inilah sebagai cikal bakal
abung Siwo Migo dengan urutan sebagai berikut :
1. Nunyai
2. Unyi
3. Subing
4. Nuban
5. Bulan
6. Beliuk
7. Selagai
8. Kunang
9. Anak Tuha
Dalam pertemuan Abung Siwo
Migo pertama dengan keputusan bahwa delapan orang saudara Nunyai mendapat hak
Ngujuk Ngekuk, tetapi belum dapatkan adapt kebumian. Hadir dalam pertemuan ini
sebagai saksi adalah : Sumbai Tegemoan, Sumbai Pemuka, sumbai Bahuga dan Sumbai
Semenguk.
Besarnya pengakuk mereka yang
delapan baru 400, sedangkan nunyai tetap 600. Mereka yang menjadi saksi belum
mendapat hak adapt dari sinilah lahirnya istilah ‘Abung Siwo Mingo’ dan ‘Pak
Sumbai’.
Ketika diadakan Mecak Wirang
di Gilas didaerah Way Besai dimana nunyai, Unyi, Subing dan Nuban merayakan
kemenangan mereka dapat membunuh raja Di Lawok yang dihadiri oleh :
1. Suku Pubian tiga belas
Jurai
2. Buay Tegamoan
3. Buay Pemuka
4. Buay Bahuga
5. Buay Semenguk
6. Buay Silamayang
Mecak Wirang di Gilas ini
menetapkan pembagian adat dan harta warisan.
Peristiwa kejadian yang
menimbulkan kerenggangan antara Abung Siwo Mego adalah peperangan antara orang
Abung dan Pubiyan melawan Minak Indah kampung panarangan keturunan Mi nak Rio
Sanak Buay Teagamoan. Minak Indah merasa sakti dan gagah berani. Dia mempunyai
anak gadis, sebanyak tujuh orang. Sewaktu orang meminang anak gadisnya, Minak
Indah memberi syarat harus menyerahkan emas seberat badan gadis itu lalu
terjadilah peperangan sehingg a Minak Indah terbunuh oleh Minak Naga Ngumbang
Hulubalang Minak Srappo Kiyo dari Terbangi dengan senjata Subang Gading,
penuang dan Kayas Ibung Ngelamang batu milik Minak Paduka Buay Nunyai. Anak
gadisnya berjumlah tujuh orang masing-masing diambil dari Kotabumi, Buyut,
Surabaya, Mataram, Terbanggi, Bumi Aji dan Lingai. Satu menantunya diambil
Minak naga Ngumbang. Perayaan untuk merayakan kemenangan ii berlangsung di
Kotabumi Tua dipinggir Way Pangubuan.
Setelah itu keturunan Ratu Di
Pugung yang berada di sekitar Way Pangubuan dan keturunan Ratu Di Penmggilan
yang berada di Way Seputih membentuk adapt pubian Telu Suku. Keturunan Ratu Di
Pugung bergabung dalam dua suku yaitu masyarakat dan Tambapupus dan keturunan
Ratu Di Pemanggilan adalah suku Bukujadi, Pembentukan adapt Pubian Telu Suku
ini dihadiri oleh utusan Abung Siwo Migo dan Sumbai dari Way Kanan. Ketiga suku
itu adalah :
I. Suku Masyarakat
1. Buay Kediangan
2. Buay Manik
3. Buay Nyurang
4. Buay Gunung
5. Buay Kapal
6. Buay Selagai Jurai Rawan
II. Suku Tambapupus :
1. Buay Nuwat
2. Buay Pemuka Pati Pak Lang
3. Buay Pemuka Menang
4. Buay Semima
5. Buay Pemuka Halom Bawak
6. Buay Kuning
III. Suku Buku Jadi :
1. Buay Sejadi
2. Buay Sejaya
3. Buay Sebiyai
4. Buay Ranji
5. Buay Kaji
6. Buay Pukuk
******
Melalui blog ini, saya ucapkan terima kasih banyak kepada Mbah Suro atas bantuan anka togel nya, yg di berikan saya kemarin alhamdulillah benar2 tembus, berkat bantuan Mbah saya sudah bisa melunasi semua hutang2 saya sama tetangga bahkan saya juga sudah punya modal sedikit buat usaha kecil-kecilan, sekali lagi terima kasih banyak Mbah atas bantuannya kpd saya.. Jika anda ingin seperti saya hubungi aja beliau di nmr 082 354 640 471 atas nama Mbah Suro Ninggil........
BalasHapus